Mengatasi Infeksi Telinga Pada Bayi
Saat gejala infeksi telinga menghampiri bayiku
"Gimana nih, nangis rewel terus adek," tanya sang ayah.
Kupeluk dan kutenangkan bayi kecilku sambil memperhatikan ada tumpukan kotoran lendir yang menempel di kedua sudut matanya. Sepertinya ia mulai pilek. Walau belum terlihat cairan di rongga hidungnya mengalir.
Flu dan batpil menyebabkan cairan menekan kelenjar air mata yang membuat kotoran ataupun lendir terdorong keluar. Begitu penjelasan yang aku ingat dari salah seorang dokter spesialis anak yang menangani salah satu dari anakku saat mereka sakit.
Saat bayi mengalami batuk dan pilek hanya pelukan dan gendongan yang mereka butuhkan. Kutenangkan kembali bayiku agar ia rileks dalam mengatur pernafasan dan dapat tertidur.
Aku masih coba menerka-nerka penyebab sakitnya putra kecilku ini. Rasanya tidak ada yang sedang batuk pilek di rumah. Ia pun tidak pernah kuajak keluar rumah. Tapi ya mungkin virus bisa menginfeksi kapan saja lewat penyebaran udara dan cuaca tak menentu.
Keesokan paginya, ia dengan mata polosnya menatapku pelan. Aku menciumi pipinya lalu tak sengaja melihat telinganya mengeluarkan cairan. Waduh, kenapa lagi ini.
Kucoba menelpon suami dengan tenang sambil berpikir tindakan selanjutnya yang harus dilakukan. Melihat telinganya berair seperti ini tentunya kemungkinan besar ada masalah infeksi telinga ataupun peradangan yang menyerang anakku.
Bisa jadi karena batuk pilek yang ia alami menyebabkan lendir menyumbat saluran eustachius pada bayi. Sebab, saluran telinga bayi itu sangat pendek. Saluran ini biasanya menghubungkan telinga tengah bayi dengan tenggorokan.
Sebenarnya fungsi dari tuba eustachius ini adalah untuk ventilasi, drainase cairan dan menghalangi masuknya cairan dari tenggorokan ke telinga tengah. Sementara ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar.
Pada bayi dan anak bentuk tubanya memang lebih pendek lebih horizontal dan lebih lebar dibandingkan tuba pada orang dewasa. Itulah yang menyebabkan cairan dari tenggorokan dan telinga dapat lewat dengan mudah dan mencapai telinga tengah sehingga dapat menimbulkan infeksi telinga karena mengandung bakteri.
"Kita bawa ke dokter saja," begitu saran dari suami.
Aku mencoba mencari sebuah nama dalam pencarian kontak. Ia pernah menangani kasus yang diderita salah satu putri kami saat mengalami gangguan pada THT. Orangnya begitu ramah dengan kemudahan konsultasi saat bertatap muka. Memang dokter yang seperti ini merupakan idaman bagi orangtua yang butuh banyak informasi terkait permasalahan yang dialami anak.
Lama mengetik sapa dan menanyakan kabarnya pada komunikasi chat yang hanya centang 1 membuat sang ayah meminta untuk berkunjung ke spesialis THT di sebuah rumah sakit terdekat. Ia tak mau berspekulasi dalam penanganan kondisi sakit mengingat putra kami belum genap enam bulan.
'Ditangani lebih cepat, lebih baik,' begitu prinsipnya.
Aku coba memahami ego dan rasa tanggungjawabnya sebagai ayah. Akhirnya si kecil kami bawa ke rumah sakit terdekat. Kami fikir ia punya solusi dan penanganan sebaik spesialis THT yang sudah kami kenal.
Jujur, menghadapi lawan bicara yang kurang ramah memang rasanya kurang menyenangkan. Tidak simpatik. Begitu respon yang aku rasakan saat berhadapan dengan spesialis THT di Rumah Sakit ini. Padahal secara umum aku cukup puas dengan layanan perawat dan dokter lainnya saat pernah rawat inap di Rumah Sakit ini. Tapi tidak bagi spesialis THT nya. Kecewa dengan caranya berkomunikasi. Itu yang kami rasakan sebagai orangtua pasien. Namun aku tetap melaksanakan petunjuk obat-obatan yang ia resepkan.
Sepekan pengobatan terlihat kondisi telinga putraku membaik. Tidak ada cairan yang keluar lagi dari telinganya. Seharusnya kami kembali kontrol untuk mengevaluasi kondisi yang ada. Namun akhirnya enggan karena layanan konsultasi kuanggap kurang menyenangkan berbanding terbalik dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Kuakui kasus THT memang cukup menguras dompet. Apalagi bila ekstraksi cairan pun menjadi item terpisah yang tetap harus kita bayar. Penyebab lainnya aku tidak jadi kontrol adalah karena sang dokter mengatakan kondisi telinganya cukup baik dan tidak berlubang. Ada sedikit lega disana.
Dua pekan setelah kasus telinga berair, aku kembali kaget. Telinga putraku berair kembali. Aku berikan ia obat tetes telinga yang pernah diresepkan sang spesialis THT. Salah satunya adalah cairan Hidrogen peroksida.
Saat kuteteskan cairan itu bayiku menjerit dan terlihat tidak nyaman. Karena respon yang ditampakkan bayi, aku merasa tertantang untuk mencoba seperti apa rasanya diteteskan cairan ini kedalam telingaku. Ternyata memang rasanya tidak nyaman. Aku berfikir, untuk telinga dewasa yang normal saja tidak nyaman, tentunya pada bayi yang mengalami gangguan pasti lebih dari sekedar tidak nyaman.
Kuputuskan untuk menghubungi kembali spesialis THT yang kami kenal sebelumnya. Kupikir lebih baik aku berkonsultasi dengan nyaman terkait kasus yang dialami putraku.
Syukurlah ia dapat membalas pesan chat lebih cepat. Ia minta maaf dan mengaku kemarin masih dalam kondisi menghadiri sebuah kegiatan. Kami langsung mencocokkan jadwal bertemu di sebuah rumah sakit ibu dan anak.
Saat bertemu, ia memeriksa putra kami dengan hati-hati. Positif ada yang pecah pada telinga tengah putra kami. Aku juga memberitahukan kepadanya resep yang pernah diberikan pada putraku sebelumnya.
Ia dengan senyum yang sedikit ditahan mengatakan padaku untuk tidak memberikan kembali hidrogen peroksida.
"Jangan diberi lagi ya Bu. Pada dewasa pun sebenarnya sudah tidak disarankan diberikan cairan tersebut," tukasnya.
Ada rasa kecewa bergelayut di perasaanku saat mengetahui kondisi telinga putraku. Bukannya tidak berupaya memberikan treatment yang tepat. Bahkan kami membawa ke spesialis THT sebelumnya.
Ternyata treatment yang kurang tepat bisa mengakibatkan dampak yang berbahaya karena diagnosis dan pengobatan kurang tepat. Itulah pentingnya second opinion dan mencari spesialis yang tepat.
Dokter juga menyarankan agar putra kami tidak melakukan aktivitas berenang paling tidak hingga beberapa tahun kedepan saat telinga tengahnya sudah bisa menutup kembali lubangnya. Aktivitas berenang dapat menyebabkan infeksi telinga karena kemungkinan cairan masuk dan menumpuk pada saluran.
Bahaya bila infeksi telinga pada bayi tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat dapat menyebabkan kerusakan gendang telinga yang mengganggu fungsi pendengaran bayi.
Fungsi pendengaran dipengaruhi oleh getaran di gendang telinga serta struktur-struktur yang terlibat pada telinga tengah. Adanya infeksi yang berulang dapat merusak gendang telinga karena akumulasi cairan yang terus-menerus dapat mempengaruhi getaran di gendang telinga.
Kerusakan pada kemampuan mendengar bayi tentunya akan membuat bayi kesulitan dalam menginput komunikasi terutama pada bayi yang sedang belajar bicara. Efeknya terjadi gangguan pendengaran dan keterlambatan dalam berbicara yang mempengaruhi potensi kepintarannya. Tentu hal itu tidak mau kita alami buat bayi kita kan.
Selain kesulitan pada pendengaran bayi yang mengalami gangguan telinga pun akan mengalami gangguan dalam keseimbangan. Lendir pada telinga yang menumpuk mengganggu saluran eustachius untuk mengatur keseimbangan udara. Saat terjadi penumpukan lendir dan cairan gelombang suara yang seharusnya mencapai telinga bagian tengah menjadi terhalang.
Sedangkan telinga bagian tengah bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan tubuh. Peradangan pada bagian ini menyebabkan tekanan pada labirin pada telinga tengah menjadi lebih besar sehingga anak akan kesulitan mempertahankan posisi tubuhnya dengan benar karena hilangnya keseimbangan.
Cara mencegah infeksi telinga pada bayi
1. Berikan bayi ASI.
ASI seperti yang kita ketahui memiliki antibodi yang bermanfaat bagi bayi. Saat bayi menelan Asi maka membantu drainase cairan yang berada di tuba eustachius.
2. Kompres dan berikan obat penurun demam dan batuk pilek.
Saat terjadi peradangan, nyeri akan dirasakan sehingga bayi menjadi rewel. Upayakan turunkan demam bayi dengan mengompres dan berikan obat untuk meredakan batuk pilek agar tidak terjadi sumbatan pada saluran eustachius.
3. Posisikan bayi dengan benar saat tidur.
Berikan bantal yang dapat menopang kepada dengan posisi yang terangkat. Hal ini bermanfaat agar kelebihan cairan pada saluran tuba eustachius dapat berkurang sehingga mengurangi risiko infeksi.
4. Hindari alergi dan paparan asap rokok.
Bayi yang pernah mengalami kondisi infeksi telinga sebaiknya dijaga dari paparan asap rokok. Alergi bisa menyebabkan adanya produksi cairan yang dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi telinga. Sementara asap rokok membuat risiko infeksi lebih tinggi dibandingkan yang tidak terpapar asap.
5. Lakukan treatment yang tepat dengan mendatangi spesialis yang tepat sesuai kondisi dan permasalahan anak.
Sebelum memutuskan mengunjungi dokter spesialis, ada baiknya mencari rekomendasi dokter yang dikenal memiliki pengalaman mendiagnosa kasus dengan tepat. Kesalahan dalam mendiagnosa dan memberikan treatment akan berpengaruh pada kesehatan di jangka waktu kedepannya.
Kesehatan adalah investasi, jangan sampai berspekulasi dengan melakukan treatment yang tidak semestinya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan kita semua diberikan kesehatan bersama keluarga.
Betul sekali nih mba, kalau memberikan treatment pada bayi baiknya harus dicoba juga yaa ke kita, apakah nyaman atau enggak. Sedih banget klo baby sakit bisanya hanya nangis. Tindakan awal Mengatasi infeksi telinga pada bayi penting banget untuk para bunda.
BalasHapusYa ampun untung saja dokter yg cocoknya bisa dihubungi kembali ya mbak. Emang aku juga ke dokter penuh pertimbangan salah satunya dengan yang nyaman dan memberi edukasi yang banyak. Apalagi bagi bayi yang belum bisa menjelaskan rasa sakitnya. Alhamdulillah sudah ditangani dengan baik. Adek kembali ceria lagi 🤗
BalasHapusSetuju sekali. Memilih dokter yang tepat dan benar-benar menguasai bidangnya itu sangat penting. Salah diagnosa atau luput mendiagnosa sesuatu pada kondisi tubuh bisa berakibat fatal ya. Oya saya jadi.tahu kalau pemberin ASI juga berpengaruh pada pendengaran bayi.
BalasHapusArtikel ini membantu saya untuk memahami tindakan pencegahan dan pengobatan pada bayi. Apalagi Rana Januari nanti insya Allah, 9 bulan. Akan banyak bergerak dan eksplorasi. Harus dijauhkan dari sesuatu yang membahayakan kesehatannya.
BalasHapusHatur nuhun pisan ilmunya. Semoga si kecil senantiasa sehat. Sedih jika bayi sakit. Kita tak berdaya dan bingung.
bermanfaat banget artikelnya mbak, terima kasih ya sudah mau berbagi pengalaman, memang tidak nyaman kalau dokter tidak ramah apalagi dalah diagnosa, sebel banget rasanya apalagi untuk anak
BalasHapussedih rasanya kalau mereka menangis
Duli pernah waktu si kakak bayi telinganya bermasalah krn sempet merengek rengek bikin panik, auto lgs ke dokter tht.
BalasHapusMakasih sharing ilmunya bun...(gusti yeni)
Kalo untuk si kecil memang harus memberikan treatment yang terbaik dan anti coba2 yaa, mbaa.
BalasHapusApalagi ini telinga bagian dalam, beruntungnya mba dan suami gercep merespon yang dirasakan si kecil. Sehingga mba memberikan yang terbaik untuk kesembuhan si kecil. Dan, pengalaman itu kini tertulis di sini, sangat bermanfaat dan edukatif, mba 🤩
Dulu, gak ingat pas umur brp, sekitar setahun atau dua gitu, si bungsu jg keluar cairan dari telinganya.
BalasHapusKami berdua ma ayahnya panik juga.
Kami bawa ke dokter anak yg biasa bun. Dikasi obat tetes telinga juga. Sekali tetes langsung sembuh.
Sayangnya, dokter anak kami sdh tidak praktek lagi, karena sudah sepuh.
Sekarang kami baru nemu lagi dokter anak.
Baru berobat sekali dan cocok.
Semoga cocok seterusnya.
Emang rasanya gimnaaaa gitu kalo sikap dokternya agak-agak yahhh begitulah...
Pas hishshah kecil pun pernah mengalami infeksi saluran telinga tengah ini.
BalasHapusAlhamdulillah dulu tht nya cuma menyarankan membersihkan dengan hidrogen peroksida tapi bukan diteteskan. Hanya dibasahi pada kapas untuk membersihkan cairan yang keluar. Bukan untuk dimasukkan kedalam.
Kalau bayi memang obat utamanya adalah asi ya kak...sakit demam, kasih asi, ada infeksi, kasih asi...luarbiasa memang ASI
BalasHapusBayinya usia berapakah ini???
BalasHapusMemang, kalau ke tempat kesehatan tuh nggak banget kalau ketemu nakes yang jutek atau semacamnya. Langsung cari tempat lain. Btw sehat2 lagj ya dek jangan sakit2 lagiii
Semoga dokter THT nya bisa berubah jadi komunikatif ya sama pasien dan keluarga. Soalnya zaman now ngeri lho baca review kl dokternya gak profesional. Sehat selalu Shischa dan kelg yaa
BalasHapusNambah lagi wawasan saya tentang ilmu parenting, jadi tahu bagaimana cara mengatasi infeksi bayi yang bisa saja terjadi pada bayi manapun ya mba, dan kalau sudha dapat ilmunya gini jadi lebih enak, lebih tenang ya, karena tahu apa yang harus dilakukan
BalasHapusYa ampun jawabnnya sepele amat bilang jangan dikasih lagi. Sementara itu obat yg resepin dokter sebelumnya. Gimana sih tanggung jawab dokternya itu kenapa bisa bayi belum setahun dikasih Hidrogen Peroksida. Miris dan sedih. Makasih udah sharing ya kak. Semoga si adek bayi sehat2 ya
BalasHapus