Blogger Parenting | Seni Bicara Pada Remaja
Fase terrible two, toilet training, pumping ASI, bolak-balik begadang dan sering terbangun di malam hari adalah sekian problem yang tidak akan ditemukan lagi bila ananda memasuki fase remaja. Apakah artinya para ayah dan bunda sudah bisa bernafas lega dan bisa lebih tenang dalam membersamai ananda. Tentu tydac.
Roller coaster pengasuhan dengan problem yang khas dan tentunya berbeda dari fase sebelumnya akan ditemui di fase remaja. Yuk bergandengan tangan sambil memohon agar Allah berikan hati yang sabar dan lapang menerima ananda remaja kita tanpa syarat. Tentu saja dengan memahami dan skill berkomunikasi dengan mereka.
Yuk lanjut baca
"Bunda nggak ngerti yang aku rasain"
Aku terhenyak mendengar teriakan putri sulung empat belas tahunku yang meledak seperti bom yang menghantam dan menyisakan puing-puing perasaan yang berserakan. Terus terang aku kaget dengan responnya yang diluar dugaan.
Kucoba meraih tisu lalu mengusap airmata yang masih menggenang di sudut mata sambil mencoba untuk merilis perasaan. Kututup kedua bola mata, menarik nafas panjang dan dalam dari rongga hidung lalu menghembuskan nafas perlahan. Ada yang terluka namun tak berdarah. Iya, di hati.
Benar kata orang, nyerinya sakit saat melahirkan masih tertahankan dibandingkan rasa perih karena dilawan oleh anak sendiri. Dan aku seketika sadar karena teringat akan ilmu berkomunikasi dengan anak remaja di kelas emak Safitri Suthrisno.
Anak remaja butuh dipahami lebih
Kita dibesarkan dalam mindset bahwa anak wajib tunduk dan patuh pada apapun yang orangtuanya perintahkan. Sehingga tanpa sadar kita lupa bahwa anak pun memiliki pilihannya sendiri dan kita tidak siap akan hal itu. Kebanyakan pola pengasuhan kita tidak menerima 'kekurangan'. Ini yang membuat kita sulit berkomunikasi dengan remaja di masa pubertas.
Masa pubertas seringkali disebut sebagai fase transisi bagi anak karena ini akan berlangsung sekitar 3 hingga 5 tahun. Proses ini adalah normal akibat perubahan fisik dan psikis remaja dari fase anak-anak menuju dewasa yang mereka sendiri pun merasa tidak nyaman dengan perubahan emosi yang cepat ini.
Jadi remaja kita memang membutuhkan sekali didengarkan dan rasa penerimaan yang tulus dari orangtuanya. Ada saatnya mereka terlihat cemberut atau memilih sendiri dan berdiam diri. Tidak apa-apa, mari belajar menerima mereka tanpa syarat.
Remaja kita dan sekian banyak hal yang dihadapi
Bukan kita saja sebagai orangtua, remaja pun memiliki banyak permasalahan yang mereka hadapi. Aneka bentuk permasalahan bisa berbentuk tekanan akademik, masalah pertemanan, bully, peer pressure, tidak pede dengan penampilannya, harga diri bahkan remaja bisa mengalami depresi.
Sebagai orang tua kita perlu belajar mempraktikkan kiat mengelola emosi. Kebanyakan dari kita sering mengalami power struggle. Sebaiknya menghadapi remaja perlu menghindari ceramah panjang lebar. Tidak. Remaja kita tidak perlu diceramahi.
Lebih baik gunakan kalimat sederhana namun logis dan to the point dalam berkomunikasi dan merespon remaja. Hal seperti ini efektif sekali menghentikan backtalk yang kita anggap tidak sopan. Kontrol emosi dengan bahasa tubuh dan tatapan mata yang bersahabat.
Remaja dan BLAST ( Boring, Lonely, Angry/Afraid, Stress, Tired)
Pernah tidak remaja kita mengeluh bosan?
Atau ia merasakan kesepian?
Rasa takut ataupun rasa marah yang meledak-ledak?
Merasa tertekan?
Atau ketakutan akan banyak hal yang menggelayuti pikirannya?
Iyaa, inilah garis besar problem perasaan yang dimiliki remaja kita. Dan mereka butuh sekali bantuan. Iya, dibantu agar tidak melakukan hal yang keliru.
Remaja dilanda kebingungan, ketakutan sekaligus rasa ingin tahu yang besar. Remaja butuh orang dewasa yang siap dan penuh cinta untuk menenangkan, membantu, memahami dan menerima semua hal yang mereka rasakan. Saat kita bisa menerima dan hadir maka ia akan siap menerima kita sebagai sahabatnya.
Tolong Hindari Melakukan ini Pada Remaja
Ada banyak kekeliruan yang terjadi pada remaja saat orangtua dan orang sekelilingnya melakukan hal-hal yang tidak tepat.
Menyindir
Tuh, apa coba bunda bilang
Big No.
Sungguh ini adalah hal yang paling tidak disukai remaja. Atau tidak pakai ngomong namun pakai bahasa tubuh dengan bibir dibentuk-bentuk dengan tujuan menyindir remaja. Mengesalkan sekali bagi mereka karena hal ini sama saja kita menjatuhkan dan tidak berada di sisi mereka untuk memberi dukungan
Nyinyir
Gaya rambut kamu itu nggak bangettt deh kak
Atau bersekutu dengan temannya saat berkunjung ke rumah lalu kompak mengomentari penampilan atau apapun yang tidak ingin ia debatkan untuk sekedar bercanda atau lucu-lucuan.
Oh No, its not funny at all.
Pernah tidak merasakan punya tetangga yang bawel dan nyinyir?
Enak tidak?
Tentu tidak
Apalagi bila dinyinyiri oleh orang terdekat yang harusnya menerima para remaja dengan cinta tanpa syarat.
Kurangi koreksi
Saat bersama remaja, kita butuh mengaktifkan kedua telinga untuk banyak mendengar. Jaga ekspresi saat berbicara dengan anak. Tunjukkan sikap yang serius, tegas tapi sekaligus peduli dan penuh cinta terutama untuk masalah yang penting.
"Untuk bisa sukses dalam membangun hubungan adalah dengan membangun kepercayaan, begitu juga dengan hubungan pada anak remaja kita"
Lakukan dengan penuh cinta
3P (Pikir, Pilih, Putuskan)
Membangun konsep diri pada remaja sebenarnya dimulai dari usia dini. Pola pertama adalah membekali anak dengan thinking skill. Anak sebaiknya dibebaskan untuk memilih dan menerima konsekuensi dari pilihannya. Tentu saja ini membutuhkan proses yang tidak instan.
Memberikan remaja keleluasaan untuk melakukan proses pikir membuat mereka menjadi semakin matang self thinking. Ingatkan untuk memberikan batasan dalam proses pilih.
Batasannya bisa berdasarkan norma agama dan syari'at, hukum dan perundang-undangan juga adopsi budaya yang kita miliki. Pilihan yang banyak membuat remaja harus cerdas melewati konsep pilih. Dan tentunya remaja harus diingatkan bahwa mereka harus siap dengan segala konsekuensi atas pilihannya.
Jaga kehangatan hubungan
Menjadi teman anak remaja butuh ilmu komunikasi yang penuh cinta dan menyenangkan. Orangtua dapat memulai dari ungkapan cinta, pelukan, menatap anak saat berbicara, membekali diri terkait ilmu perkembangan remaja dan yang terpenting adalah doa.
Perbanyak Kesabaran dan juga Doa
Bagi seorang mukmin, doa diibaratkan sebagai senjata. Menanggulangi anak remaja tidak hanya butuh teori yang panjang tapi juga butuh pertolongan Allah untuk membantu kita menjaga remaja kita dari hal yang menyimpang.
Sebagaimana kita pernah mendengar kisah anak yatim yang diselamatkan saat Musa dan Hidir sedang bersama oleh karena orang tuanya adalah orang yang shalih. Menjadi penunjuk arah bagi remaja artinya kita juga ikut berbenah memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik agar kelak mampu berargumentasi atas amanah yang diberikan pada diri kita
Ya Allah Tuhan kami, lembutkan hati anak-anak kami dan mudahkan mereka berbakti
Memang problem semua orang tua, ketika anak mulai remaja. Mereka mulai berubah dan jadi lebih sulit diajak bicara. Mereka mulai mencari jati diri.
BalasHapusSetiap fase anak memang punya tantangannya sendiri ya mba.
HapusAyah dan bunda Semoga tetap semangat menghadapi situasi apapun dengan pola yang tepat
Waaah kalau aku sama si anak remaja biasanya malah suka ngobrol bareng sampe lupa usia nih (lupa kalau udah bukan remaja lagi)
BalasHapusKita juga pernah jadi remaja ya.. pengennya memang dituruti terus.. padahal orang tua pasti punya tujuan terbaik.. semoga ketika anak remaja nanti sy bisa menjalaninya.. tantangan pasti lebih berat ya
BalasHapusBukan dituruti sebenarnya mba.
HapusTapi diterima.
Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.
Bila remaja diterima, maka ia akan lebih mudah untuk terbuka berbicara dan juga mudah menerima masukan dari orangtua
Terima kasih berbagi pengalaman mendidik anak yang mulai remaja. Kita harus memposisikan sebagai generasi Z, memahami apa passionnya, bagaimana lingkungan teman sebayanya, lingkungan sekolah, lingkungan orangtua teman-temannya, apa saja yang sering menjadi kendala. Di sini Belajar parenting, komunikasi, dan psikologi juga
BalasHapusMasih di fase mengurus anak yang toilet training. Tidak ada kata leha-leha, beres fase yang satu lanjut fase berikutnya. Semoga kita dimampukan untuk terus membersamai anak-anak dalam kebaikan.
BalasHapusTerima kasih edukasinya bun.. bagus banget utk aku dengan anak yg sedang beranjak remaja
BalasHapusSharingnya bermanfaat sekali.bun, anakku sudah mulai masuk remaja memang kadang sifatnya membingungkan kadang mellow yellow ga jelas.
BalasHapusNoted. Makasiii udah sharing ya mba. Anakku saat ini juga mulai beranjak remaja. Bermanfaat bgt postingan ini
BalasHapusAkupun sepertinya harus bersiap karena beberapa tahun lagi ankku juga akan remaja. Makasih remaindernya mba.
BalasHapusH2C ya... Harap-harap cemas deh kalau anak-anak mulai usia remaja. Banyak problema anak muda dan sifatnya mulai naik turun. Sebagai orang tua, kita juga wajib belajar. Duuh, terima kasih mbak. Aku jadi perlu siap-siap ilmu, untuk hadapi nanti 😍👍
BalasHapusGaya komunikasi ortu kita ke kita saat kita masa puber dan gaya komunikasi ortu zaman now ke anak masa puber udah mulai berubah ya. Penting banget memang memperhatikan perasaan-perasaannya agar merasa dihargai dan menumbuhkan trust.
BalasHapusHiks.... Iya banget, itulah yang sedang terjadi dengan anak pertama saya.. Alhamdulillah sudah ditangani psikolog.
BalasHapusMakasih kak sharingnya, kebetulan aku juga lagi ada di fase anak remaja nih hehe
BalasHapusPas remaja tuh butuh banget bimbingan ya, secara emosinya masih meledak-ledak, peran keluarga penting banget
BalasHapusMasa remaja atau pubertas memanh masa jati diri, sebagau oeang tua tentu tidak boleh terlalu mengekang...nanti jadinya kayak saya kalau dewasa malah frontal
BalasHapusIya ya mba, menghadapi remaja kita perlu berbenah juga.. Sebab mereka banyak belajar lewat melihat atau teladan kita hihihi.. Tugas yang berat semoga kita dimampukan ya
BalasHapusMerangkul anak remaja supaya bisa jadi sahabat kita tidak mudah ya. Terimakasih semua informasi yang sudah diuraikan dengan detail. Siap dipraktikkan hehehe
BalasHapusDua remaja di rumah sedang dalam fase ini, BLAST...Yang gede parah yang kecil baru mulai. Emaknya helaan napasnya makin panjang jadinya hahaha
BalasHapusTerima kasih sudah mengingatkan apa yang boleh dan tidak dilakukan, Mbak
Jadi tersadar ada yang terbiasa dilakukan Emak, yakni koreksi hihi
Berhubung anakku masih kecil, ku boormark saja dulu mak sis, semoga nantinya dia remaja saya bisa membersamainya menjadi orang tua yang bisa diteladani
BalasHapusHehehe peran orang tua emang nggak pernah ada hentinya yaa, dan setiap tahap ada saja perbedaannya, harus selalu belajar dan mempersiapkan diri
BalasHapusIntinya tetap harus sabar menghadapi fase transisi mereka di 3 atau 5 tahun.
BalasHapusDoa udah, tinggal sabarnya belum nih 😁
Karena kita pernah berguru parenting dari guru yang sama, saya pun sudah mendapatkan penjelasan mengenai hal di atas.
BalasHapusTapi semua ilmu memang perlu refresh ya bun, diulang-ulang.
Membaca tulisan bunsis di atas, rasanya seperti baru mendapatkan ilmu itu lagi.
Sulung saya pun sudah 10 tahun, sudah mulai beranjak remaja. Sudah harus merefresh lagi ilmu-ilmu komunikasi dengan remaja.
Dan doa juga ya,
wah tips berbicara dengan anak remajanya bisa saya share ke saudara saya niy kak yang punya anak remaja biar makin baik hubungan atau cara berbicara dengan anaknya yang masih remaja
BalasHapusAnakku masih cilik dan belum kepikiran sampai sini. Memang sebagai orang tua kita harus siap dengan masa pubertas anak ya, Mba. Untunglah baca ini jadi paham bagaimana caranya menghadapi remaja.
BalasHapusSama remaja kita baiknya sering2 ngobrol dari hati ke hati ya, satu per satu nanti bs diajak ngedate ama abi atau uminya, trus bicara deh... insyaallah semarah apapun hati anak bakal lumer selembut bolu2 Medan itutuh hehe
BalasHapus