Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Baligh Anakku

 
Baligh/www.jejakbunda.com


7 Februari 2022

Aku meletakkan mesin pompa ASI di atas tutup container plastik lalu menuju kasur dengan seprei abu-abu corak bunga. Baru saja hendak mengambil selimut untuk kembali rebahan ba'da Subuh di Senin pagi ini terdengar sayup-sayup suara si Abang dengan ketukan pelan di pintu kamar.

Senin pagi biasanya waktunya aku lebih santai karena sudah melewati dua hari padat yakni Sabtu dan Minggu dengan kegiatan yang penuh. Tidak ada jadwal keluar rumah yang membutuhkan konsentrasi waktu untuk mempercepat ritme kegiatan prepare ini itu. Jadi bisa lebih santai sambil memeriksa pesan masuk sambil rebahan. Alhamdulillah sarapan pagi pun sudah ready.

"Bun, boleh Abang masuk?"

Aku memperbaiki kancing baju yang terbuka setelah pumping dan memastikan dalam kondisi yang sudah rapi.

"Silakan masuk, Bang" jawabku

Perlahan tubuh dengan postur sedang itu memasuki kamar dan menatapku lekat. Dengan ragu-ragu ia coba mendekat ke sisi tempat aku duduk.

"Ada yang bisa Bunda bantu, Bang?"

Kembali aku memulai pembicaraan. Kulihat ada sesuatu yang menggelayuti pikirannya lewat bahasa tubuh yang gelisah.

"Abang sudah baligh, Bun". Ia memulai pembicaraan.

Deg

Hatiku berdesir pelan. Ini ternyata. Akhirnya fase ini datang juga.

"Abang yakin sudah baligh, Nak?" Tanyaku perlahan.

"Yakin, Bun. Abang bermimpi dan ada keluar sperma," jawabnya lugas.

Diskusi menjelang baligh


Setahun lalu pernah kami melakukan belajar identifikasi perbedaan madzi dan mani sebagai salah satu bentuk persiapan anak menghadapi fase balighnya.

"Kapan, Bang?" Tanyaku lembut dan tetap tenang walau hati sudah berdebar tak beraturan.

"Pagi ini, Bun".

"Ngomong-ngomong, tadi beneran Abang mimpi. Dengan siapa?" selidikku

"Iya bener, gak tau siapa. Tapi perempuan,"jawab Abang.

Ini penting bagiku untuk melihat normalnya orientasi seksual yang ia miliki

"MasyaaAllah, barakallah ya Bang.
Abang sudah baligh" aku tersenyum menatapnya sambil memperbaiki posisi duduk. 

Ah, baiklah.

Bye-bye rebahan, saatnya melakukan tugas penting menyambut hari pertama Abang menjadi lelaki dewasa yang dalam Islam telah mukallaf.

"Bun, Aiman harus mandi dulu ya" tanya Abang dengan ekspresi yang serius. 

Duh, menggemaskan sekali karena bertolak belakang dengan dirinya yang ceria dan suka bercanda.

"Iya Nak. Abang sudah mandi?" Selidikku pelan.

"Belum. Tadi refleks langsung sholat" jawabnya sambil nyengir. Tampaknya ia sudah mulai mengendalikan kegelisahan yang tadi memenuhi dirinya.

"Ya sudah. Sholat dulu. Setelah itu kita ngobrol lagi ya" tawarku pelan.

"Mmh, iya". jawabnya dengan nada tertahan.

"Bang, yuk sebentar sini. Kita coba ulang perlahan mengenai mandi. Yang pertama apa?" Tanyaku meri'ayah ingatan Abang tentang mandi

"Niat.."

"Trus selanjutnya apa lagi?"

Basuh bekas sperma yang keluar dan juga lubang kemaluan. Terus apa lagi..?"
Cecarku mencoba meri'ayah ingatan Abang tentang mandi hadas besar.

"Cuci tangan kiri atas tangan kanan..."

"Wudhu...."

"Trus setelah wudhu, basahi mulai dari kepala hingga merata, lalu ratakan hingga ujung kaki

Jangan lupa area lipatan agar terbilas air merata ke seluruh tubuh.

Trus apa lagi?" Lanjutku

"Mulai dari yang kanan. Enggg danjuga doanya" jawabnya

"Hafal?" Tanyaku

"Iya, enggg. 

Bismillahirahmaanirrahim. Nawaitul ghusla..enggg..."

"Nawaitul ghusla liraf'il hadatsi akbar minal janabati fardhal lillahi ta'ala.."

lanjutku sambil tersenyum agar Abang tidak merasa malu.

"Ya udah, selesaikan dulu kewajibannya. Setelah itu kita ngobrol lagi ya," pintaku.

Abang segera beranjak setelah sebelumnya menganggukkan kepala tanda setuju.

Baligh www.jejakbunda.com
Dokumentasi pribadi


Mengawali baligh anak laki-laki tidak seperti saat membersamai anak perempuan yang baligh.


Selain karena proses dan tanda yang dialami berbeda, pada anak perempuan bukti bahwa ia telah taklif terlihat nyata dari darah menstruasi yang nampak mencolok. 

Pada anak laki-laki tanda baligh bisa saja disembunyikan dengan rapi bila ia tidak menceritakan hal tersebut pada orangtua yang ia percayai atau malah menjadi cerita lepas antar remaja lelaki dan teman-temannya.

Lega rasanya Abang menunaikan janjinya untuk menceritakan rahasia besar dalam hidupnya pertama sekali padaku, ibunya. Sedari awal aku memang berkeinginan membersamai anakku saat ia baligh. Itulah kenapa kami berat mengizinkan anak-anak tinggal jauh dari orangtuanya sebelum ia baligh walaupun untuk mondok.

Baligh www.jejakbunda.com
Dokumentasi pribadi

Saat menjelang baligh


Sekitar beberapa bulan sebelum Abang mengalami baligh, ada beberapa tanda yang muncul seperti aroma tubuh yang khas menyengat, suara yang sedikit lebih berat, dan perilaku yang cenderung berubah drastis dibandingkan saat ia pre teen.

"Bunda, nanti kalo ada temen Abang, genggaman tangannya kita lepas sementara ya. Gak papa kan, Bun?"

"Bunda, Abang disini aja ya. Abang gak nyaman terlalu ramai temen bunda disitu"



Ah, Abang. Time flies so fast!

Sebagai seorang remaja muslim, yang diharapkan tumbuh selaras dengan fitrah kami berharap pola pikir dan perilaku Abang tidak mengalami penyimpangan. Untuk menjaga agar terjadi keseimbangan pola pikir dan perilaku remaja memiliki beberapa hal yang harus dipenuhi seperti kebutuhan ruhiyah yang mencakup ibadah dengan Sang Khalik, kebutuhan sosial yakni muamalah dan pergaulan serta kebutuhan intelektualitas yang saling mendukung.


Baligh www.jejakbunda.com
Beberapa bulan sebelum baligh



Terdengar suara ketukan lagi di pintu kamarku. Tak lama suaranya memanggil meminta untuk diizinkan masuk ke dalam.

"Masuk aja, Bang" teriakku lembut.

Abang tersenyum. Kami duduk berdekatan dengan posisi berhadapan. 

"Abang sudah menanggung dosa sendiri ya, Bun" ujarnya membuka percakapan.

Aku tersenyum.

"Nah Abang, saat ini menurut syariat Abang sudah setara dengan Ayah. Taklif syar'i. Setiap kebaikan yang Abang lakukan maka manfaatnya untuk kebaikan diri Abang sendiri. Begitu juga sebaliknya,

Abang sudah mulai belajar bertanggung jawab untuk diri Abang. Agar kelak Abang siap bertanggung jawab saat Abang mendapatkan amanah keluarga,"

Abang mengangguk. Ia terlihat serius mendengarkan dengan seksama tanpa memotong pembicaraan. Bagi remaja seperti Abang membangun pola komunikasi lewat diskusi adalah salah satu cara yang kami pilih terlebih untuk melihat sejauh apa pemikiran yang berkembang.

Diskusi bisa dilakukan sambil bermain atau nge-games sederhana karena saat anak merasa nyaman ia sendiri yang akan datang dan menyatakan perasaan yang ia miliki. Seperti kemarin saat ia mengatakan dengan jujur hal yang ia sukai baik dari ayah maupun bunda dan sebaliknya.

Bahkan suatu ketika kami merasa mendapatkan suprising shock saat mendapati Abang meminta nasihat secara khusus kepada orang tua disekitarnya seperti nenek ataupun pamannya. Bukti bahwa remaja juga butuh masukan (baca: bukan diceramahi).

"Nanti Abang cerita lagi ya ke bunda kalo abang mengalami pengulangan hadats besar seperti ini," pintaku.

"Oh, berarti penanda baligh ini tidak terjadi satu kali saja ya Bun,?"

"Tidak, Nak.

Abang nanti akan mengalami pengulangan mimpi lagi seperti ini. Tapi belum tau waktunya kapan.


"Iya, Abang nanti cerita lagi. Tapi Abang masih menyangka hal seperti itu hanya satu kali saja," ucapnya mengulangi.


"Tidak bang. Sama seperti menstruasi pada wanita. Hanya saja kalo menstruasi itu berbentuk siklus bulanan.

Nanti Abang bila sudah normal mungkin akan mengalami beberapa kali dalam sepekan.


Nanti bunda minta tolong ya Bang, Abang cerita lagi ke bunda kalo abang mengalami mimpi ini lagi" kata saya

"Iya Bun, tapi kenapa ya Bun?" Tanya Abang.

"Iya, biar kita jadi tau. Ini penting untuk kesehatan reproduksi Abang" jawabku.

"Biarkan ia keluar secara alami bukan dengan dipaksa karena itu berefek tidak baik bagi kesehatan dan menyalahi tuntunan syari'at," aku berbicara perlahan dan tenang sambil memberikan penekanan khusus di hal yang penting.

Abang mengangguk lalu tersenyum. Kami melanjutkan obrolan seru lainnya sambil sesekali bercanda ringan.

Bismillah anakku.

Harapan dan doa terus menggema mengawali hari penting dalam hidupmu.


Robbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrota a'yun waj' alna lil muttaqiina imama



41 komentar untuk "Cerita Baligh Anakku"

  1. Masya Allah, merinding membaca percakapan ibu dan remaja putranya yang sudah baligh ini. Baarakallahu fiikum.❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa fiiki barakallah mbaaa

      Terimakasih atas kunjungannya

      Hapus
    2. Insyaallah jadi kenangan terindah putranya ntar ya Mbak bahwa dulu masa baligh aku dulu ada bunda yang menemani dan jadi tempat cerita aku. Masyaallah

      Hapus
  2. MasyaAllah.

    Sejuk sekali aku menikmati setiap kalimat dalam obrolan Mba dan Abang.

    Ah, teringat dua lelakiku yang masih balita di sini. Semoga kelak bisa terus membersamai mereka sebaik-baiknya.

    MasyaAllah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MaasyaaAllah

      Barakallahu fiikum jami'an mba,

      Terimakasih atas kunjungannya

      Hapus
  3. Jadi teringat dua anakku yang masih kecil. Keduanya laki-laki. Wah, jadi banyak belajar soal membersamai anak. Hal yang aku kira tabu ternyata harus ada keterbukaan dengan orang tua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo jaman kolonial kayak saya baligh gitu emang orangtua cenderung bilang tabu ya mba,

      Sebenarnya remaja baligh itu kaget juga dengan perubahan pada dirinya sendiri. Perlu pendampingan dan edukasi (sex education) yang benar agar ia bisa memahami dirinya baik secara teorikal maupun syariat agar tepat sesuai tuntunan saat ia beribadah

      Hapus
  4. Selamat ya Abang.
    Alhamdulillah, salut saya mengetahui komunikasi yang begitu manis antara ibu dan anak lelakinya.
    Saya banyak belajar. Saya pun memiliki anak lelaki

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaaAllah teh,

      Barakallahu fiikum.

      Terimakasih banyak atas kunjungannya ke blogpost ini

      Hapus
  5. Duh.. baca ini aki malah kepikiran sama ponakan-ponakanku yang laki-laki. Ini sepertinya memang harus banyak belajar ya cara mendidik anak laki-laki. Supaya bisa terbuka seperti abang.

    Abanh selamat ya, udah baligh 😘

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah si Abang sudah baligh, makin soleh ya Nak..semoga sehat, pintar, dan jadi permata kebanggaan Ayah Bunda.
    Senang baca artikel ini, kedekatan Bunda dan anak laki-laki bisa sedekat ini. Mengingatkan tanpa menggurui seputar baligh terkait juga tuntunan syariatnya, jadi pengingat saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah,

      Semoga ayahbundanya tetap menjadi teman curhat dan sahabat terbaik di hati si abang ya mba Dian.

      Terimakasih sudah berkunjung, Mba.

      Hapus
  7. Waktu yang berlalu kadang tidak terasa ya bun, tau-tau anak kita sudah besar. Iya bun, mendampingi anak menjelang baligh memang penting sekali supaya mereka memahami kewajiban apa saja yang harus mereka lakukan jika sudah memasuki usia baligh. Terima kasih ya bun atas sharingnya😊☺

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba,

      Sebelum kelak anak lelaki kita bertanggungjawab untuk istri dan keluarganya, dia harus selesai diku urusan tanggungjawab pada dirinya sendiri

      Hapus
  8. Barakallah si abang baligh, sudah 2 anak kak sis yg beranjak remaja ya, jadi pelajaran buat saya nih yang juga punya anak laki2 tak harus menunggu bertanya ke ayahnya dulu, ibunya juga harus tau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iyaaaa kak id

      Udah 2 orang nih kak.

      Ke ayahnya juga si Abang deket.

      Soalnya kalo main sama olahraga ayahnya paling jago. Gak mager-an kayak bundanya.
      Haha

      Hapus
  9. Masyaa Allah bu😊. Tulisan ini menjadi referensi saya kelak menikah jika mempunyai anak laki-laki, saya harus terus belajar dan menerapkan tuntunan syariat, memahami anak, mendidik anak, cara berkomunikasi dengan anak terutama laki-laki ketika baligh. Saya banyak belajar dari artikel ibu. Terima kasih ya bu 🙏🏻😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. MaasyaaAllah tabarakallah Sindi.

      Terimakasih sudah berkunjung

      Hapus
  10. Ya Allah bun bermanfaat sekali buat bekal anak saya yg cowok skrg sudah 9 th, kl yg cewek baru kmrn dpt haid pertama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih mba.

      Si kakaknya juga udah baligh tahun lalu.

      Gak terasa udah 2 yang baligh

      Hapus
  11. Time flies so fast. Masih inget dengan lafal "mati lampu menjadi ti pun" saat bang aiman kecil.
    Taunya sekarang udah baligh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan ti pun
      Ti pu (ngambil akhirannya aja dia)

      Hapus
    2. Iya tipu. Karena salah ketik. 🤣
      Abis itu yoti. Coro mati. Wkwk

      Hapus
  12. Alhamdulillah semoga bisa menjadi anak Sholeh kebanggan orang tua.

    Saat-saat baligh laki-laki memang kadang buat kaget sih karena nggak terbiasa (pengalaman). Aneh aja gitu rasanya. Tapi ya memang udah jalannya gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya di anak perempuan juga gitu bang Zen.

      Ada reaksi kaget, takut, bingung juga pas pertama kali mengalami baligh

      Hapus
  13. Selamat ya si abang udah baligh, semoga makin sholeh. Komunikasi yg baik kak, saya dulu gak brani ngomong. jadi diam2 aja dan sharingnya ma kawan haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah bang Sani,
      Sejak awal sudah kami sounding Bang

      Semoga si Abang tetap menjadikan ayahbundanya teman curhat pertama

      Hapus
  14. Terharu ya Shis.. anak kita yang rasanya masih kekanakan bersedia cerita rahasia besarnya ke ibunya. Anak laki2 memang beda ya, ngertiin kali perasaan uminya. Meski dg anak2 perempuan juga dekat, tp mereka kayaknya lebih seru ngobrol ama ayahnya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak,
      Terharu kali awak rasanya.

      Anak perempuan kurang lebihnya sama juga kak kayak kita dulu.

      Cuma kalo anak laki-laki karena tandanya berbeda jadi pendekatan komunikasinya juga sedikit berbeda dari anak perempuan

      Hapus
  15. Tabarakallah Bang Aiman, sudah baligh...
    Semoga semakin soleh...

    Ntar aku japri ya bun...
    Aku pengen sharing juga. Gimana cara membuka obrolan tentang hal ini ke anak laki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Btw, umur bang Aiman sekarang berapa bund?
      Karen anakku juga udah mau 10 tahun nih..
      Jadi deg-degan

      Hapus
    2. MasyaaAllah

      Allahumma Aamiiin,

      Awalnya kami rutin Membuka obrolan ringan dan penguatan Bun.

      Usia Abang 12 tahun 9 bulan nih Bun.

      Waaaah, Lintang udah gede ya

      Hapus
  16. Ya Rabb... bentar lagi saya bakal mengalami juga menghadapi anak laki-laki yang baligh. Bolak balik anak saya udah nanya. Kapan abang baligh ma? Saya cuma bilang, sabar. Nanti ada waktunya. Siapkan aja diri abang dulu.
    Barakallah bang Aiman..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak,
      Kadang emang anak-anak jelang baligh memang suka deg-degan juga mereka.

      Kurang lebih kita juga pernah merasa deg-degan seperti yang mereka rasakan juga ya

      Hapus
  17. Kak sis, masyaAllah....dapat pelajaran awak dari artikel kakak ini. semoga bang aiman dijaga terus sama Allah biar terus terjaga akhlak dan jiwa islamnya ya nak. Semoga awak bisa membersamai Rafa terus sama yumna. memberikan pendidikan terbaik buat mereka sampai mereka bsa menghadapi dunia yang penuh fitnah ini. kakak dan keluarga sehat selalu. aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaaAllah tabarakallah ❤️
      Doa yang sama untuk Abang Rafa dan Adek Yumna ya..
      Semoga terjaga fitrah iman dan Islamnya

      Hapus
  18. MasyaAllaah, aku jadi banyak belajar juga untuk nanti menghadapi masa baligh anakku mba. terimakasih so inspiring

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas kunjungannya,

      Semoga bermanfaat ya

      Hapus
  19. Masyaa Allah Barakallah … senang deh rasanya anak lelaki itu bisa terbuka. Apalagi sama ibunya sendiri. Jadi, apa-apa bisa terkontrol dan bisa saling percaya. Saat ini pun saya masih belajar, bagaimana membangun komunikasi ke adik saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaaAllah,

      Iyaaaa Henny.

      Komunikasi adalah koentji, ya kan

      Hapus